ALKISAH pada zaman dahulu kala terdapat sebuah desa yang sangat sepi karena tidak berpenghuni. Semua wilayahnya berupa hutan. Panjang wilayahnya kurang lebih empat kilometer. Desa tersebut berada di perbatasan Pangkalan Panji yang di dalam karena desa ini menyambung dan dibatasi oleh Sungai Kertak, anak dari Sungai Musi.
Cukup lama desa tersebut baru perpenghuni. Itu pun masih sangat sedikit. Karena penduduknya masih sangat sedikit, tentu saja desanya masih sangat sepi.
Pada saat itu hiduplah seorang pemuda bernama Agung. Ia sangat suka bermain di sekitar muara Sungai Kertak. Ia selalu sendirian saat bermain karena ia memang tidak punya teman. Selain bermain, ia juga memancing hampir setiap hari di sana.
Suatu hari, seperti biasa, Agung bermain dan memancing di muara Sungai Kertak, Hari itu ia berhasil mendapatkan ikan yang sangat banyak. Karena mendapatkan ikan yang banyak, ia semakin asik memancing. Setelah lama memancing, tiba-tiba pancingannya tersangkut di kumpai (rumput). Karena kejadian itu, ia menghentikan kegiatan memancingnya dan memutuskan pulang ke rumahnya.
Dalam perjalanan pulang, di tengah hutan yang sepi ia dihadang oleh dua orang pemuda.“Hei pemuda, mau ke mana, hah!?” tanya salah seorang dari pemuda yang menghadangnya.
“Saya mau pulang,” jawab Agung.
“Heh, tidak bisa. Kamu pikir kamu siapa?”
“Permisi, maaf saya mau pulang.”
“Tidak semudah itu. Apa yang kau bawa itu?”
“Ini ikan hasil pancingan saya.”
“Bagus, kalau begitu cepat kau serahkan ikanmu. Baru kau poleh pulang.”
“Maaf, saya seharian memancing untuk mendapatkan ikan ini,” jawab Agung mencoba mempertahankan miliknya.
“Baik kalau itu maumu,” jawab kedua pemuda itu. Kedua pemuda itu pun langsung merampas secara paksa ikan milik Agung yang sudah dengan susah payah dan seharian dipancingnya.“Sekarang pulanglah!” teriak salah satu dari pemuda itu.
Agung tidak berani melawan. Ia ketakutan dan ia pun pulang sambil menangis.
Keesokan harinya, Agung kembali ke Sungai Kertak. Setelah sampai, ia langsung memasang pancing dan mulai memancing. Hari ini ia berhasil memancing, Ia mendapatkan ikan yang sangat banyak. Ia kembali memasang umpan dan kembali melemparkan pancingnya. Umpannya selalu disambar ikan. Pada saat ia kembali melemparkan pancingnya, tiba-tiba pancingnya tersangkut. Ia pun langsung mengambil pancingannya yang tersangkut. Setelah itu, entah dari mana datangnya, ia melihat seorang gadis yang sangat cantik berambut panjang yang sedang mandi di muara.
“Agung, ke mari,” teriak si gadis itu.
Mendengar seorang wanita yang sangat cantik memanggil namanya, tentu saja Agung sangat senang. Segera ia mendekati si gadis.”
“Kita main-main dan mandi di sini, yuk,” ajak si gadis.
Karena senangnya, Agung menurut saja ajakan si gadis dan hatinya tidak mungkin menolak. Tidak lama setelah itu, Agung tenggelam ditarik hantu air. Ternyata, gadis cantik yang mengajak Agung bermain tadi adalah hantu air.
Sementara itu, Ibu Agung yang menunggu kepulangan anaknya menjadi sangat cemas karena sampai sore dan hampir malam, anaknya belum pulang juga. Padahal, selama ini tidak pernah anaknya pulang sesore ini.
Ibu Agung tidak tinggal diam. Ia pun meminta bantuan seorang dukun untuk mencari anaknya. Semalaman Agung dicari, tetapi tidak berhasil. Pagi harinya Agung baru berhasil ditemukan. Agung ditemukan berada di dalam kumpai yang tebal. Dukun yang membantu mencari Agung langsung mengangkat Agung ke darat. Ternyata, Agung tidak bernyawa lagi. Ibu Agung berteriak histeris mengetahui anaknya tidak bernyawa lagi. Warga di sana pun turut merasakan kesedihan yang dialami ibu Agung. Warga di desa itu pun akhirnya sepakat memberi nama desa itu dengan nama Talang Sabrang (Tanjung Agung).
Saat ini Desa Tanjung Agung sudah cukup maju, sudah ada rumah-rumah walaupun jumlahnya tidak begitu banyak hingga sekarang. Kini Desa Tanjung Agung lebih dikenal dengan nama Desa Panji Sabrang.
Kalau kedua pemuda yang menghadang itu hantu juga bukan? 😉