Museum Perbendaharaan

Jalan-jalan ke Museum Perbendaharaan di Gedung Dwiwarna, Bandung

Ada berapa Menteri Keuangan sejak Indonesia Merdeka? Siapa saja mereka? Mungkin, bila mendapati pertanyaan seperti itu, setiap kita akan kebingungan menjawabnya.

Beberapa tahun lalu, secara tak sengaja saya mengunjungi Museum Perbendaharaan. Pada tanggal 21 Maret 2016, di Gedung Dwiwarna, dilakukan soft launching Museum Perbendaharaan oleh Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo.

Tentang Gedung Dwiwarna

Beberapa minggu sebelum Museum Perbendaharaan diresmikan, aku berkesempatan masuk ke Gedung Dwiwarna, Bandung dalam acara Napak Tilas Konferensi Asia Afrika bersama teman-teman dari Goodreads Indonesia. Padahal Gedung Dwiwarna kini adalah tak lain tak bukan salah satu kantor organisasi tempatku bekerja. Ya, Gedung Dwiwarna dijadikan Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat.

Gedung Dwi-Warna yang letaknya tak jauh dari Taman Lansia, di sebelah Museum Geologi, menjadi lokasi pertama yang dikunjungi dalam napak tilas tersebut sebelum kami berjalan kaki mengunjungi tempat bersejarah lainnya. Aku sendiri, seusai dari Dwiwarna, berfoto di Gedung Sate, pulang karena ada urusan dan baru bergabung lagi di Jalan Asia Afrika.

Gedung Dwi Warna adalah salah satu bangunan bersejarah yang ada di Kota Bandung. Dulu gedung ini digunakan sebagai tempat rapat komisi pada Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955. Para delegasi dari negara-negara yang diundang menggunakan gedung ini untuk diskusi, membicarakan topik yang akan dibahas pada saat konferensi diselenggarakan.

Gedung Dwiwarna ini dibangun pada tahun 1940 di bawah pengawasan Technisishon Dionstdor Stansgemeente Bandung. Ketika Hindia Belanda diduduki oleh Jepang, gedung ini beralih fungsi menjadi Gedung Kempei Tai. Kempei Tai adalah satuan polisi militer Jepang. Di Semarang, markas Kempei Tai adalah yang sekarang dikenal sebagai Lawang Sewu. Kemudian gedung ini berubah lagi menjadi Gedung Rekomba ketika agresi militer Belanda pada tahun 1949 terjadi. Pada masa selanjutnya juga digunakan sebagai Gedung DPR Negara Pasundan. 

Di gedung ini pula dilakukan demonstrasi pembubaran Negara Pasundan untuk kembali bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Setelah Negara Pasundan bersatu ke Negara Kesatuan, Gedung DPR Tingkat I Jawa Barat oleh Bung Karno dipergunakan sebagai gedung Sekretariat Konferensi Asia Afrika I tahun 1955 dan diberi nama Gedung Dwi Warna. Setelah KAA, gedung ini digunakan sebagai Gedung KP3 (Kantor Pusat Pensiunan Pegawai), kemudian sebagai Kantor Pusat Administrasi Belanja Pegawai dengan nama “Sub Direktorat Belanja Pengumpulan Data Seluruh Indonesia” sebelum menjadi Kanwil DJPB Prov. Jawa Barat.

Bangunan ini masih dipertahankan gaya arsitekturnya yang menunjukkan gaya modern kolonial pada zaman itu. Sekilas ia mirip dengan Gedung Sate karena selain atapnya berbentuk limasan, ia juga memiliki penangkal petir pada hiasan berbentuk kerucut di bagian tengah. Sebagaimana lazimnya bangunan pada zaman itu, polanya simetris terutama pada perwajahan di bagian depan.

Tentang Museum Perbendaharaan

Museum Perbendaharaan didirikan bukan hanya sebagai wadah rekam jejak sejarah Perbendaharaan, tetapi juga Pengelolaan Keuangan Negara. Pengunjung dapat menyaksikan banyak hal, mulai dari nama-nama Menteri Keuangan, mesin-mesin yang digunakan oleh kantor-kantor Keuangan di zaman dulu, sampai tentang cita-cita Treasury/Perbendaharaan di masa depan. Museum ini juga dilengkapi dengan sarana penunjang interaktif berbasis online seperti display layar sentuh sebaran kantor vertikal Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI dan tayangan video yang dapat diakses pengunjung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *