tradisi apeman

Mengenal Tradisi Apeman dari Yogyakarta

Tahu kue apem? Ternyata kue apem ini menyimpan cerita yang penuh hikmah lho. Kue Apem ini tak lekat dari tradisi apeman. Apa itu tradisi apeman?

Tradisi Apeman dilakukan masyarakat Yogya menjelang datangnya bulan Ramadan. Tradisi dilakukan dengan membuat kue apem secara tradisional oleh anggota keluarga Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Tradisi Apeman dipimpin oleh permaisuri sultan serta diikuti bersama para perempuan dari keluarga keraton lainnya.

Tradisi ini dilakukan dengan cara membuat ratusan kue apem secara tradisional oleh anggota keluarga Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Dimulai dari proses ngebluk jeladren (membuat adonan), kemudian dilanjutkan dengan proses ngapem (memasak apem). Kue Apem ini dianggap menjadi simbol ungkapan syukur sekaligus permohonan ampunan atas segala kesalahan.

Ada yang mengatakan nama apem tersebut berasal dari kata Arab afum, yang berarti tindakan meminta maaf.

Cerita lain mengenai sejarah apem ini berasal dari seorang tokoh Islam yang bernama Ki Ageng Gribig yang terkenal di daerah Jatinom Klaten. Konon ceritanya, Ki Ageng Gribig yang masih keturunan Raja Majapahit, sekaligus mempunyai ikatan persaudaraan dengan Sunan Giri ini baru pulang dari Mekah. 

Sewaktu di Mekah, beliau mendapat 3 buah apem yang masih hangat, bahkan setelah sampai di Jatinom. Apem itu akan dibagikan kepada anak cucunya, tapi tidak mencukupi. Sehingga beliau minta kepada istrinya untuk membuat kue yang sama dari tepung beras yang difermentasikan untuk dibagi-bagikan. Pemberian itu disertai  ucapan Yaa Qowiyyu… Yang artinya, Ya Allah, aku mohon kekuatan. Sehingga kemudian di Jatinom terkenal perayaan apem yaqowiyu. Konon katanya apem yang dikumpulkan dan telah didoakan serta diinapkan akan membawa keberkahan bagi yang memakannya.

Selain di Yogyakarta, tradisi apeman ini juga dilakukan di Cirebon. Apem dianggap melambangkan diri kita, pada saat kita memakannya harus di celupkan di kinca / kinco yang difilosofikan sebagai darah dan juga mengingatkan kita adanya kemungkinan diri kita akan terkena musibah. Tradisi ini dilaksanakan pada bulan dapat.  Konon juga beberapa cerita yang mengatakan, ngapem yang dicelupkan ke kinca dan dimakan ini melambangkan Belanda yang harus dibenamkan dan dimusnahkan dari bumi Cirebon. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *