Pangeran Barasa | Cerita Rakyat Sulawesi Selatan (Bagian I)

Jo’ro Pangeran Barasa

Inilah cerita yang mengisahkan negeri Barasa pada masa lampau. Pada abad ke-17 para bangsawan di Kerajaan Barasa sedang menghadapi situasi sulit, yaitu mereka harus memilih tetap menjadi hamba Kerajaan Gowa atau berpaling dengan berpihak pada Kerajaan Bone, yang pada saat itu hendak melakukan pemberontakan untuk melepaskan diri dari tekanan Kerajaan Gowa. Jika tetap setia pada Kerajaan Gowa, Kerajaan Barasa akan tetap menjadi hamba selamanya. Akan tetapi, jika memihak pada Kerajaan Bone, ada kemungkinan mereka akan merdeka. Apalagi bila Kerajaan Bone yang dipimpinan Arung Palakka mampu memenangkan peperangan. Situasi yang sulit itu memaksa raja dan Panglima Barasa menjatuhkan pilihannya.

Keadaan politik dalam istana Kerajaan Barasa pun terpecah. Sementara itu, keadaan politik di luar kerajaan antara Kerajaan Gowa dengan Kerajaan Bone pun semakin tak menentu. Arung Palakka, Pangeran Bone, telah memulai peperangan dengan menentang Kerajaan Gowa. Perlawanannya berawal di lokasi penggalian parit. Cerita bermula ketika Arung Palakka, pangeran dari Kerajaan Bone, mulai menunjukkan perlawanan menentang Kerajaan Gowa. Perlawanannya berawal di lokasi penggalian parit.

Ketika itu, Arung Palakka mendatangi mandor-mandor yang sedang mengawasi pekerja. Ia berang karena pihak Kerajaan Gowa melakukan penggalian parit secara sepihak. Para mandor pun tidak menerima teguran dan amarah Arung Palakka. Mereka pun segera menghadap Raja Gowa dan melaporkan kejadian sore itu. Mendengar laporan tersebut, Raja Gowa pun murka. Mesin perang Gowa kembali dinyalakan.

Raja menitahkan untuk mengejar dan menangkap Arung Palakka. Di sisi lain, beberapa raja muda dari Kerajaan Bugis dan Makassar, seperti Tanete, Soppeng, dan Turatea, yang merupakan taklukan Gowa justru diam-diam menaruh simpati pada gerakan perlawanan Arung Palakka.

Dalam keadaan tidak menentu tersebut, tampillah seorang lelaki dari Kerajaan Barasa yang bernama Pangeran Jo’ro. Dia adalah pangeran yang sangat pemberani dan patriot. Dia pun sangat miris melihat situasi kerajaan saat itu. Dia berniat mengangkat kembali marwah kerajaan. Di hadapan khalayak, dengan tegas Pangeran Jo’ro langsung menyatakan bahwa negeri Barasa berubah nama menjadi Kerajaan Siang dan menyatakan berpihak pada Arung Palakka.

Pangeran Jo’ro alias Pangeran Barasa, kemudian menggiring dan menyerukan masyarakat Barasa untuk berperang melawan Kerajaan Gowa yang saat itu dikenal memiliki pasukan militer super tangguh. Pangeran Jo’ro sangat disegani di kerajaan itu karena dia seorang panglima yang gagah berani juga karena kepintarannya dan sifatnya yang rendah hati, berani, serta senantiasa menjaga kerukunan dan kedamaian masyarakat Barasa. Itulah yang menjadikan dirinya disegani dan dikagumi oleh raja dan para petinggi Kerajaan Barasa.

Pada suatu waktu di sore hari, seorang penduduk Kerajaan Barasa naik ke gunung untuk menyadap pohon aren. Namanya I Tolabbi. Dia lebih akrab dikenal sebagai I Tolabbi Pancana karena memiliki darah turunan dari Pancana, sebuah kerajaan yang berada di sebelah utara Kerajaan Barasa.

Menaklukkan Kerajaan Barasa

Ketika I Tolabbi sedang memanjat pohon aren untuk mengambil tuaknya, tiba-tiba melintaslah Ambe Kaconang, seorang prajurit Gowa. Sambil menengadah, Ambe Kaconang menyapa dan meminta tuak hasil sadapan I Tolabbi.

“Hei… berikan saya tuak itu, saya ingin meminumnya.”

Merasa terlalu kasar dan memaksa, I Tolabbi pun tidak menanggapi seruan tersebut.

Ia berusaha turun dari pohon enau. Dengan sangat kesal Ambe Kaconang kembali meminta air tuak yang masih di ember tersebut.

“Cepat kataku, berikan tuak itu. Saya sudah sangat haus.”

I Tolabbi masih tak bergeming. Rupanya dia tahu bahwa Ambe Kaconang adalah seorang prajurit sekaligus sebagai mata-mata Kerajaan Gowa yang ditempatkan di Kerajaan Barasa. Dia harus berhati-hati menghadapinya.

Karena tak sabar dan merasa permintaannya ditolak, Ambe Kaconang pun merampas tuak itu dengan paksa, lalu membanting dan memecahkan tempayan tempat tuak tersebut. Tak puas dengan itu, ia pun merampas kayu pikul dan memukulkannya pada I Tolabbi hingga berkalikali. Sungguh, I Tolabbi merasakan penyiksaan dan penderitaan luar biasa. Dia hanya terdiam dan tak hentinya menatap Ambe Kaconang. Dia tidak ingin mengambil risiko dengan orang yang terkenal keji tersebut.

Melihat I Tolabbi hanya diam, Ambe Kaconang pun penasaran.

“Hai, Saudara! Kamu tidak kenal saya, ya? Saya adalah orang kepercayaan Karaéng Gowa. Dengarkan, ya! Tuan kamu disembah, sama dengan tuan kami kami, juga disembah. Kalau engkau tidak senang dengan perlakuan saya, silakan datang mengadu kepada tuanmu, mengerti?”

Setelah menyampaikan amarahnya, Ambe Kaconang pun pergi dan meninggalkan I Tolabbi yang masih merintih kesakitan. I Tolabbi penasaran dan bertanya-tanya dalam hatinya.

“Mengapa saya harus bertemu dengan orang sekasar itu ya? Bukankah saya hanya pengambil nira dan tidak punya musuh di kampung ini? Mengapa saya diam saja dan tidak memberi perlawanan? Tetapi…,mengapa saya hanya…. Ah, sebaiknya saya lapor saja kepada Raja. Bukankah saya merasa sudah dihina dan disiksanya?”

I Tolabbi pun berlalu dan berlari menunju tempat Karaéng Barasa untuk mengadukan peristiwa yang dialaminya tersebut.

“Ampun Karaéng. Baru saja saya bertemu dan mendapat siksaan dari prajurit Kerajaan Gowa. Namanya Ambe Kaconang. Ia menumpahkan tuak dan menghacurkan tempat tuak saya. Dia pun memukuli dan menyiksa saya, Karaéng. Tolonglah saya, Karaéng.”

“Baiklah, saya akan mengambil sikap. Besok saya akan memerintahkan prajurit untuk menemui Raja Gowa dan menyampaikan perlakuan prajuritnya, yaitu Ambe Kaconang. Ini tidak boleh dibiarkan, ini sudah menyentuh harga diri kita, inilah siri’ kita.”

Setelah itu, Karaéng Barasa pun mengutus seorang kepercayaannya menghadap dan melaporkan tindakan Ambe Kaconang kepada Karaéng Gowa. Utusan Karaéng Barasa pun tiba di Istana Kerajaan Gowa. Ia menceritakan kepada Karaéng Gowa perihal peristiwa yang dialami I Tolabbi.

“Apa salah rakyat hamba, I Tolabbi Pancana, sehingga prajuritmu Ambe Kaconang memukuli dan menyiksanya?”

Alhasil,harapan utusan Karaéng Barasa untuk mendapatkan sambutan hangat dan penyelesaian masalah itu dengan baik-baik, rupanya salah. Karaéng Gowa justru marah, bahkan menyerukan peperangan.

“Sampaikan kepada Tuanmu, Karaéng Barasa. Hendaklah perkuat benteng pertahananmu segera, karena saya akan datang menyerang kalian!”

Utusan Barasa pun terperanjat mendengar perkataan Karaéng Gowa. Ia segera pamit pulang dan langsung menuju istana Kerajaan Barasa. Ia pun langsung menemui Karaéng Barasa dan menyampaikan pesan Karaéng Gowa. “Sombangku…Sombangku…., Karaéng Barasa! Saya membawa berita dari Karaéng Gowa. Titahnya agar Karaéng Barasa segera memperkuat benteng pertahanan di kerajaan kita karena Karaéng Gowa akan datang menyerang. Mendengar ucapan utusannya, Karaéng Barasa pun segera mengumpulkan prajurit dan panglimanya untuk sesegera mungkin membuat benteng pertahanan dari serangan Kerajaan Gowa. Benteng yang diperkuat adalah benteng utama yang berada di sebelah timur Barasa yang bersebelahan dengan sungai.

Baru saja Karaéng Barasa menyelesaikan bentengnya, tiba-tiba rombongan pasukan Karaéng Gowa datang menyerang. Perang tidak dapat dihindari. Pasukan Barasa pun bersatu dan berusaha melawan gempuran pasukan Gowa yang terkenal piawai di medan perang. Berkat kegigihan dan keberanian pasukannya, akhirnya pasukan Barasa berhasil menaklukkan lawannya. Akhirnya, dengan tangan kosong pasukan Kerajaan Gowa mundur kemudian kembali ke Gowa.

Serangan pertama gagal. Hal itu tidak membuat Raja Gowa urung melumpuhkan Kerajaan Barasa dan menjadikan wilayah kekuasaannya. Gowa tetap berusaha meruntuhkan Kerajaan Barasa.

Ketika dalam perjalanan pulang ke Gowa, seorang pemikir dan ahli strategi perang Gowa bernama Boto Lempangang, tak henti-hentinya mencari strategi bagaimana dapat melumpuhkan Barasa.

Dia pun mencari titik kelemahan Barasa, hingga ide cemerlangnya muncul. Maka, bersegeralah ia menemui Karaéng Gowa. “Wahai Karaéng, menurut pandangan saya, meskipun Tuan sudah menggunakan strategi perang untuk melumpuhkan lawan seperti yang digunakan sebelumnya, Tuan tidak akan dapat mengalahkan Barasa. Yang paling utama adalah bagaimana cara melemahkan kedudukan benteng Barasa. Ampun, tuanku! Kalau boleh saya usul, caranya adalah kita harus membuat parit dari sisi timur sampai ke sisi utara benteng Barasa.”

“Bagaimana caranya, Saudaraku? Bukankah mereka juga menjaga dan melindungi sekeliling Bentengnya?” ucap Karaéng Gowa dengan penuh tanya.

“Ampun, Karaéng! Betul, Karaéng. Sebaiknya Karaéng mengutus seseorang yang berpura-pura diusir dan meminta perlindungan kepada Raja Barasa. Dengan begitu, dia akan leluasa menggali parit yang dimaksud, Tuanku!”

Rupanya Karaéng Gowa tertarik dengan ide cemerlang Boto Lempangan. Ia pun segera memerintahkan Boto Lempangang untuk menjalankan strategi sebagaimana sarannya kepada raja. Boto Lempangang pun segera menuju Barasa. Ia berhasil masuk Istana Barasa dengan melakukan penyamaran. Sesegera pula ia menghadap Raja Barasa. Melihat kedatangan Boto Lempangan, Karaéng Barasa pun curiga. Ia pun bertanya, “Mengapa engkau datang kemari, wahai Boto Lempangang?”

Dengan tubuh gemetar dan tertunduk Boto Lempangan menjawab lirih, “Sombangku, Karaéng Barasa! Lindungilah saya. Saya hampir saja dibunuh oleh Karaéng Gowa. Dia mengejar dan ingin membunuhku. Maka, saya datang kemari meminta perlindungan dari Sombangku, Karaéng Barasa!”

Tanpa curiga, Karaéng Barasa menerima maksud kedatangan Boto Lempangaan. “Tinggallah kamu di sini, wahai Boto Lempangang. Kamu akan hidup damai dan aman sepanjang kamu memberikan kebaikan bagi Kerajaan Barasa.”

Setelah beberapa hari tinggal di Barasa, Boto Lempangan mencari cara dan waktu yang tepat untuk menyampaikan maksudnya kepada Karaéng Barasa. Hingga suatu waktu, ia menemui Karaéng Barasa. “Sombangku, saya melihat benteng pertahanan Barasa sangat kuat, tetapi akan semakin kuat apabila Tuan membuat parit di Ulanra yang memanjang dari sisi timur sampai sisi barat di Sengkaya atau di sebelah timur Binanga Lompowa. Sombangku, parit itu nantinya akan menjadi garis pertahanan prajurit-prajurit Tuan. Jika memang Tuan ingin memperkuat pertahanan negeri Barasa, parit itu harus dikerjakan secepatnya.”

Tampaknya Karaéng Barasa tidak menyadari dampak keberadaan parit yang dimaksud Boto Lempangan. Hal itu dapat saja melemahkan kedudukan benteng Barasa karena akan membatasi pergerakan prajurit Barasa dari arah Sengkaya menuju benteng.

Tanpa rasa curiga Karaéng Barasa pun memulai penggalian parit mulai dari sebelah timur sampai sebelah utara Binanga Lompowa dan Sengkaya, serta sebelah barat di selatan Talatala. Melihat galian parit sudah selesai, Boto Lempangan segera menjalankan aksi berikutnya.

Tanpa sepengetahuan Karaéng Barasa, ia menuju Gowa dan bermaksud melaporkan perkembangan tugasnya kepada Karaéng Gowa. Maka, bersegeralah ia menghadap kepada Karaéng Gowa.

“Sombangku, lakukanlah serangan kepada Barasa sekarang juga karena saya sudah menghilangkan benteng pertahanan Barasa!”

“Sombangku, segeralah turun membuat benteng pertahanan yang memanjang dari Lombasang menuju ke arah timur!”

Tanpa menunggu lama, Karaéng Gowa pun menitahkan pasukannya untuk menyerang Kerajaan Barasa secepatnya. Penyerangan itu dipimpin langsung Karaéng Gowa. Mendengar pasukan Kerajaan Gowa datang menyerang, bersigaplah pasukan Kerajaan Barasa menuju ke sebelah timur.

Ketika pasukan Barasa tiba di Ujung Loe, Karaéng Barasa bingung melihat pasukannya yang tidak menyerang pasukan Gowa terlebih dahulu. Sementara itu, sebagian prajuritnya merasa heran melihat situasi dan beratnya medan setelah diadakan galian parit di sekitar benteng pertahanan mereka sebelumnya.

Tak lama setelah itu, tiba pulalah pasukan Kerajaan Gowa. Api peperangan pun berkobar. Kedua pasukan dengan gigihnya mempertahankan kedaulatan dan kerajaan mereka masing-masing. Akhirnya, pada peperangan yang berlangsung beberapa hari tersebut, pasukan Kerajaan Gowa berhasil menaklukkan Kerajaan Barasa.

Pasukan Kerajaan Barasa pun tertakluk tanpa syarat. Hampir semua wilayah kekuasaan Kerajaan Barasa telah jatuh ke tangan Kerajaan Gowa, termasuk kalompowan Barasa yang akhirnya di bawa ke Kerajaan Gowa. Sejak kekalahannya dalam perang itu, Pusaka Barasa sudah tidak ada lagi karena sudah berpindah ke tangan Karaéng Gowa.

***

Peristiwa jatuhnya Barasa, menjadi angin baik bagi Kerajaan Allu. Allu adalah kerajaan kecil yang dulunya berada di bawah wilayah kekuasaan Barasa. Setelah kejatuhan Barasa, Allu menjadi negeri yang dibina dan mendapatkan dukungan dari Kerajaan Gowa.

Karaéng Allu pun mempersiapkan pembangunan kerajaannya dengan membuka tanah sawah yang sangat luas di Kampung Nitung. Dalam urusan politik Karaéng, Allu juga mendapat perlindungan dari Karaéng Gowa. Bagi Karaéng Gowa sangat penting mengangkat orang yang mampu mendukung kebesaran Gowa di wilayah Kerajaan Barasa.

Oleh karena itu, Karaéng Allu pun kemudian direstui oleh Karaéng Gowa menjadi pemangku Oppo (jabatan tertinggi di wilayah bagian kerajaan) di Paccellang. Dialah yang kemudian bernama I Kare Tojeng.

Dia mempunyai saudara kandung yang bernama Kare Tappa. Hanya saja, keduanya memiliki pilihan politik yang berbeda karena Kare Tappa tetap kokoh berpihak pada Kerajaan Barasa.

Kejatuhan Kerajaan Barasa, Kejayaan Kerajaan Allu

I Kare Tappa dikisahkan naik ke Tallo untuk beristri, yang kemudian menjadi sebab timbulnya perselisihan dengan Karaéng Tallo. I Kare Tappa mengawini seorang perempuan bernama I Titi yang bergelar Daeng Majannang. Perkawinannya itu tidak mendapat restu dari Karaéng Tallo.

Karena hubungan Kare Tappa dengan istana Tallo kurang harmonis, I Kare Tappa membawa istrinya menuju Kerajaan Sigeri. Tak lama berselang, Karaéng Tallo yang mengetahui Kare Tappa berdiam di Sigeri, menitahkan Karaéng Sigeri untuk membunuh Kare Tappa.

Akan tetapi, Karaéng Sigeri tidak mau melakukannya karena ia merasa iba kepada I Kare Tappa. Baginya, Kare Tappa adalah seorang pejabat negeri yang patut dilindungi. Selain memiliki sifat patriotik dia juga seorang yang jujur, tidak pernah memiliki kesalahan atau melanggar adat Kerajaan negeri Segeri. Karena itulah, Karaéng Segeri mencari cara agar Kare Tappa dapat selamat dari ancaman Kerajaan Tallo.

Karaéng Segeri pun mendatangi Kare Tappa. “Wahai, Kare Tappa! Sebenarnya saya diutus untuk membunuhmu, tetapi hati saya tidak sanggup melakukannya. Sebaiknya kamu pergi saja ke kampung halamanmu di Paccelang. Jika tiba di Paccellang, sampaikanlah kepada Kare Tojeng agar kamu segera diangkat menjadi oppo di Paccelang. Sampaikan kepada rakyatmu bahwa sayalah yang memerintahkan dan mengangkatmu menjadi oppo.”

Setelah itu, dia pun pergi membawa istrinya. Tak lama setelah ia sampai di Paccelang, datanglah utusan Karaéng Tallo yang mengejar dan ingin membunuh I Kare Tappa. Majulah I Kare Tojeng menghalangi dan menyampaikan pesan Karaéng Sigeri kepada utusan itu.

“Saya angkat I Kare Tappa sebagai matowa. Dia adalah orang yang dituakan di Kerajaan Paccellang.”

Sang utusan berbalik ke Tallo untuk menyampaikan berita tersebut kepada Karaéng Tallo.

“Sombangku, I Kare Tappa rupanya sudah diangkat sebagai matowa di Kerajaan Paccellang. Dia sangat dihargai dan dilindungi oleh rakyat dan pejabat pemerintah di negeri Paccelang.”

Karaéng Tallo terdiam mendengar kabar yang demikian. Raja Tallo berkeinginan mengambil anak Kare Tappa, I Lompapassang untuk dibawanya menjadi panglima di Kerajaan Tallo. Akan tetapi, I Lompapassang baru saja diangkat menjadi Oppo Paccellang.

Tak berapa lama setelah I Lompapassang menjabat sebagai oppo di Paccelang, wafatlah Karaéng Allu dan dikebumikan di Bonto Gammisi. Itulah sebabnya dalam sejarah kerajaan di Sulawesi Selatan, Karaéng Allu digelari sebagai Matinrowa ri Bonto Gammisi. Artinya, pemerintahan Kerajaan Allu berikutnya dipimpin oleh putra sulung Kare Tappa yang menjadi Oppo Paccellang, I Lompapassang, dibantu ole adik bungsunya, I Longakkang.

Akhirnya, pada perkembangan sejarah berikutnya, Karaéng Allu, I Lompapassang, kemudian digelari Karaéng Siang. Demikianlah kisah Kerajaan Allu yang merupakan bagian dari Kerajaan Barasa yang pada perkembangan berikutnya menjadi bagian dari kisah Pangeran Joro’, Pangeran Barasa.

Bersambung…. (Bagian 2)

Cerita itu ditulis oleh Nuraidar Agus

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *