…. Pulang dari sawah sang ayah langsung menanyakan bongkol yang dibuat istrinya. Istrinya memberitahu dengan sangat hati-hati dan memohon maaf karena bongkol yang dibuatnya telah dimakan ketiga anak mereka. Sang ayah sangat marah. Karena dikuasai kemarahannya, ayah itu berniat dalam hati untuk membunuh anaknya….
ZAMAN dahulu di sebuah desa tinggal satu keluarga. Keluarga itu terdiri dari ayah, ibu, dan ketiga anaknya. Suatu hari sang ayah pulang membawa sedikit ketan. Sang ayah meminta istrinya agar ketan yang dibawanya dibuat bongkol (lepet) karena ia sangat ingin memakan bongkol.
Ketika suaminya pergi ke sawah, sesuai permintaan, ibu membuat bongkol ketan. Karena ketannya sangat sedikit, bongkol yang dibuat hanya jadi tiga buah bongkol. Setelah matang, bongkol tersebut disimpannya dalam lemari.
Ketika anaknya pertamanya terbangun dari tidur, ia langsung menuju ke dapur karena ia mencium aroma yang sedap dari dapur. Ia mencium aroma bongkol.
“Mak, ade bongkol, ye?”
“Tak katek, nak,” jawab ibu. Ibu berbohong karena bongkol yang dibuatnya untuk ayahnya.
“Mak, minta bongkol!”
“Tak katek, Nak,” jawab ibunya kembali berbohong.
Anaknya tidak percaya dan menangis meminta bongkol. Karena tidak tega, ibunya pun memberikan anak pertamanya satu bongkol.
“Tapi, jangan ngomong dengan adekmu, ye!” pesan ibuya sebelum anak pertamanya pergi. Setelah sampai di kamar, si kakak melihat adik keduanya bangun.
“Dek, mak ade bongkol,” ujar kakaknya.
Mendengar kata-kata kakaknya, anak kedua tersebut langsung pergi ke dapur menemui ibunya.
“Mak, aku nak bongkol,”
“Tak katek , nak,”
Anak kedua pun menangis karena tidak diberi bongkol. Tidak tega melihat anaknya menangis, si ibu pun memberi anak keduanya bongkol.
“Setengah bae ye, nak,” jawab ibu sambil memberikan separuh bongkol. Akan tetapi, anak keduanya tetap menangis. Ibu pun terpaksa memberikan satu bongkol.
“Jangan ngomong dengan adekmu, ye,” pesan ibunya sebelum anak kedua itu pergi. Setelah sampai di kamar, anak kedua memberi tahu kepada adiknya.
“Dek, mak ade bongkol,” ujar anak kedua pada anak ketiga. Mendengar kata-kata kakaknya, ia langsung pergi menemui ibunya.
“Mak, ade bongkol, ye?”
“Tak katek, nak.”
Anak ketiga pun menangis. Karena tidak tega ibu kembali memberi anaknya bongkol.
“Nak setengah bae, ye. Agek bakmu marah,”
Anak ketiganya tidak mau dan terus menangis. Ibunya pun akhirnya memberikan bongkol terakhir kepada anak ketiganya.
Pulang dari sawah sang ayah langsung menanyakan bongkol yang dibuat istrinya. Istrinya memberitahu dengan sangat hati-hati dan memohon maaf karena bongkol yang dibuatnya telah dimakan ketiga anak mereka. Sang ayah sangat marah. Karena dikuasai kemarahannya, ayah itu berniat dalam hati untuk membunuh anaknya.
“Nak, payo tobo ke utan,” ajak si ayah kepada ketiga anaknya. Ketiga anaknya sangat senang diajak ke hutan. Tidak lupa ayahnya membawa cangkul.
“Bak, nak nanam ape?” tanya ketiga anaknya.
“Nak nanam manggo,” jawab ayah.
Tiba di hutan, ayahnya langsung menggali lubang yang sangat besar dan dalam. Selesai digali. sang ayah menyuruh ketiga anaknya berbaris mengadap lubang. Tiba-tiba, ayahnya mendorong ketiga anaknya ke dalam lubang dan langsung menimbunnya dengan tanah. Setelah itu, sang ayah pulang ke rumah meninggalkan ketiga anaknya yang telah terkubur.
Ternyata, anak ketiganya membawa pisau. Tanah itu pun mereka tusuk-tusuk menggunakan pisau hingga berlubang. Dari lubang yang mereka buat mereka bertiga berhasil keluar. Mereka tidak berani pulang karena takut takut dimarahi ayah mereka.
Berhari-hari mereka berjalan keluar masuk hutan hingga mereka menemukan satu pondok. Merasa sangat kelelahan, mereka menghampiri pondok tersebut. Mereka berkenalan dengan pemilik pondok. Ternyata, pondok tersebut milik nenek gergasi (raksasa).
“Boleh tak kamek numpang di sini, Nek?” tanya ketiga anak iu.
“Boleh, tapi harus nyari tumo nenek.”
Mereka pun tinggal bersama nenek gergasi. Setiap hari mereka harus mencari kutu di kepala nenek. Mereka menggunakan palu dan paku sewaktu mencari kutu di kepala nenek karena kutu nenek bukan kutu biasa, melainkan kelabang dan rambut nenek bukanlah rambut biasa, melainkan kawat.
Setiap malam ketiga anak itu selalu ditanya nenek, “Besak ape tak cucur atimu?”
“Kecik, Nek,” jawab anak pertama.
Mendengar jawaban anak pertama, nenek gergasi beralih ke anak kedua, “Besak ape tak cucur atimu?”
“Kecik, Nek,’ jawab anak kedua.
Setelah itu nenek beralih ke anak ketiga, “Besak ape tak cucur atimu?”
“Kecik, Nek,” jawab anak ketiga. Jawaban yang diberi anak ketiga diberitahu kedua kakaknya.
Siang itu anak pertama mengajak kedua adiknya untuk membunuh nenek gergasi. Mereka tidak tahan ditanyai setiap malam. Mereka juga takut dimakan nenek gergasi karena mereka tahu nenek gergasi akan memakan hati mereka ketika hati mereka sudah membesar.
“Kau masak banyu dan kau ecak-ecak ngembek suri di bawah. Kagek aku nyari tumo,” ujar nak pertama meberi tugas kepada adik-adiknya. Kedua adiknya setuju usul kakaknya.
Tiba waktunya, rencana pun dilaksanakan. Sesuai rencana, anak ketiga memasak air dan anak kedua menjatuhkan sisir ke tanah.
“Nek, aku nak ngambek suri nyampak,”
Sampai di bawah anak kedua menarik rambut nenek gergasi yang terselip di sela-sela papan. Anak ketiga nenyiram air panas yang telah dimasak ke tubuh nenek gergasi. Nenek gergasi pun meninggal.
Setelah nenek gergasi meninggal, mereka bertiga tetap tinggal di rumah nenek gergasi.
Diceritakan kembali oleh Neny Tryana, S. Pd. (Guru SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III)
Cerita rakyat ini berasal dari Kuala Puntian, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.